Rabu, 30 Agustus 2017


http://alkhairaat.sch.id/

Abu Salma al-Atsari

Kebatilan Jemaah Tabligh! Kritikan pemahaman Jemaah Tabligh dan kitab 'Tablighi Nishab' Oleh: Abu Salma al-Atsari SEJARAH RINGKAS Jama’ah Tabligh didirikan oleh Syaikh Maulana Ilyas bin Syaikh Muhammad Ismail Al-Kandahlawi Al-Hanafi –Rahimahullah di kota Sahar Nufur, India. Beliau dilahirkan tahun 1303H di lingkungan keluarga yang mengikuti tariqat Al-Jitsytiyyah ash-Shufiyyah. Beliau orang yang hafidz dan menimba ilmu di Madrasah Diyuband setelah diba’iat oleh guru besar tariqat, Syaikh Rasyid Ahmad Al-Katskuhi. Pusat perkembangan jama’ah tabligh adalah di India, tepatnya perkampungan Nidzammudin, Delhi. Mereka memiliki masjid sebagai pusat tabligh yang dikeliliingi oleh 4 kuburan para wali. Mereka terkesan sangat untuk mengagungkan masjid tersebut dan menganggapnya suci dengan adanya kuburan tersebut. Dakwah jama’ah tabligh menyebar hingga ke Pakistan, Bangladesh dan negara-negara asia timur dan menyebar hingga ke seluruh dunia. Tujuan dakwah mereka adalah membina ummat Islam dengan konsep khuruj/jaulah[1] yang lebih menekankan kepada aspek pembinaan suluk/akhlak, ibadah-ibadah tertentu seperti zikir, zuhud, dan sabar[2]. Nota kaki; [1] keluar wilayah untuk berdakwah dengan jumlah waktu yang telah ditentukan seperti 4 bulan, 40 hari, seminggu, dsb. [2] baca ‘Jama’ah Tabligh’ karya M. Aslam Al-Bakistani – mantan tokoh Jama’ah tabligh yang ruju’/taubat dari manhaj tablighi. Ijtima' tabligh sedunia, India AQIDAH JAMA'AH TABLIGH Jama’ah tabligh bermanhaj sufi dalam masalah aqidah. Tasawwuf sangatlah mendominasi anggota-anggota jama’ah di mana mereka cukup bersemangat dalam ibadah dan zikir, melatih diri dengan sedikit makan dan minum, tidur dan berbicara. Mereka juga mencurahkan perhatian besar terhadap mimpi dan takwilnya. Aqidah mereka menurut pandangan ahlus sunnah wal jama’ah adalah rosak dan khatir, sesat dan menyesatkan. Aqidah jama’ah tabligh bercampur-baur dengan syirik, khurafat, bid’ah, wihdatul wujud dan hulul [3]. Mereka berkeyakinan akan adanya mukasyafah [4], wali-wali aqhtab [5], dan mereka membenarkan ucapan-ucapan syatahat [6]. Mereka juga menghidupkan dan mengajarkan bid’ah-bid’ah syirkiyyat seperti tabaruk [7], tawassul terhadap makhluk, terhadap kuburan-kuburan nabi serta wali, dan syirik-syirik yang nyata lainnya. Mereka juga menghidupkan bid’ah-bid’ah mawalid dengan membaca qashidah burdah yang penuh dengan syirik dan bid’ah.[8] itu. Nota kaki; [3] akan datang keterangannya mengenai kesesatan aqidah jama’ah tabligh ini. [4] tersingkapnya tabir ghaib sehingga manusia dapat mengetahui yang ghaib dan ini merupakan aqidah shufi yang rusak [5] keyakinan adanya wali-wali kutub yang memiliki kemampuan mempengaruhi kahidupan makhluk –ini termasuk kesyirikan yang nyata [6] (ucapan-ucapan yang keluar dari orang-orang shufiyah ketika akal mereka hilang dan mereka menganggap mereka (orang-orang shufiyah ini, peny.) dalam maqam yang paling tinggi dan ucapannya hampir seperti wahyu –Wallahul musta’an) [7] mencari berkah baik di kuburan ataupun di tempat-tempat yang dikeramatkan dan ini termasuk kesyirikan yang nyata [8] Baca kitab mereka yang berjudul Bahjatul qulub karya Muhammad Iqbal, salah seorang tokoh jama’ah tabligh, buku ini penuh dengan keanehan-keanehan, kesyirikan dan kebid’ahan yang sesat lagi menyesatkan. Himpunan tabligh sedunia di Nilai, Malaysia KHURUJ: CARA DAKWAH YANG BID’AH Mereka begitu mencintai corak dakwah yang dinamakan khuruj ini, bahkan seolah-olah khuruj ini termasuk dalam bahagian yang tidak terpisah dari syariat Islam yang murni dan suci ini. Mereka telah mengotori manhaj dakwah nabi dengan memasukkan apa-apa yang bukan datang darinya. Mereka begitu mengagung-agungkan cara ini, sehinggakan jika ada di antara jama’ah yang disuruh memilih antara khuruj dan haji, maka mereka lebih rela memilih dan menyatakan keutamaan khuruj; sambil berhelah menyatakan, jika kita berhaji maka pahal dan kebaikannya adalah untuk kita sendiri sahaja. Namun jika kita melaksanakan khuruj maka pahala dan kebaikannya selain untuk diri kita, ia juga untuk manusia lainnya. Bahkan mereka lebih memuliakan khuruj jika hendak dibandingkan dengan jihad fi sabilillah, sebab menurut mereka khuruj itulah jihad fi sabilillah. Mereka berdalil tentang disyariatkan khuruj ini dengan mimpi pendiri jama’ah tabligh, yakni Maulana Ilyas Al-Kandahlawi, yang bermimpi tentang tafsir Al-Qur’an Surat Ali Imran 110 yang berbunyi; “Kuntum khoiru ummatin UKHRIJAT linnasi …” mereka menafsirkan kata 'ukhrijat'dengan makna keluar untuk mengadakan perjalanan (siahah). Benarlah bahawa ia tafsiran yang batil menyalahi hampir seluruh kitab tafsir ulama’ salaf dan khalaf. Malah mereka pun ketika khuruj dan berdakwah kepada ummat tanpa disertai oleh ilmu dan bashirah (hujjah yang nyata dan jelas). Mereka mengajak kaum muslimin untuk menegakkan solat namun mereka tidak mahu membahas permasalahan solat secara mendalam beserta hujjah dan dalilnya. Mereka tidak tahu bagaimana sifat solat rasulullah yang benar itu? Mereka hanya mengajak untuk mencontohi Rasulullah, sedangkan mereka tidak mengetahui sunnah-sunnah dan hadits Rasulullah. Sebaliknya, mereka pun tidak peduli entah apa yang mereka gunakan itu hadits dhaif atau maudhu’. Apa yang penting bagi mereka ia tetap sebuah hadis! Mereka telah menetapkan sesuatu syariat yang seharusnya menjadi hak Allah dan rasul-Nya. Mereka mengkhususkan bilangan jumlah hari dalam dakwah (dibaca: khuruj) secara tertentu tanpa ada keterangannya dari Rasulullah. Mereka menentukan bilangan hari dalam khuruj dengan bilangan yang tidak ada dasarnya sama sekali dari sunnah. Mereka menentukan bilangan hari khuruj selama 6 bulan, 3 bulan, 40 hari, 20 hari, 7 hari lalu seminggu. Suatu pengkhususan yang tidak berasas dan mendasar ke dalam manhaj dakwah Rasulullah saw. Mereka begitu terdorong dan bersemangat mengikuti hadits Rasulullah yang menyatakan: “Balligu ‘anni walau aayah…” (Sampaikan dariku walau satu ayat…). Namun mereka melupakan kata ‘annii (dariku, yakni dari Rasulullah), yang seharusnya mereka menyampaikan ayat yang telah benar-benar nyata dari baginda. Mereka juga lupa akan ayat Allah yang berbunyi : “Katakanlah (wahai Muhammad): Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajakmu kepada Allah atas bashiroh (hujjah yang nyata)” - surah Yusuf: 108. Di mana mereka seharusnya menyeru kepada Islam di atas hujjah yang nyata! Khuruj yang dilakukan jama’ah tabligh yang mereka tentukan jumlah hari yang pada hakikatnya tidak pernah menjadi amalan generasi para salaf dan khalaf. Apa yang menghairankan adalah mereka keluar untuk tabligh (menyampaikan Islam) namun mereka mengakui bahwa mereka tidak layak untuk tabligh dan bukan ahlinya pula. Tabligh seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan ilmu yang mendasar seperti yang dilakukan oleh Rasulullah. Baginda telah mengutuskan delegasinya yang terdiri dari para sahabat alim yang mengajarkan Islam kepada ummatnya. Baginda mengutuskan Ali bin Abi Thalib, Mu’adz bin Jabal, dan selainnya seorang diri, tidak pernah beliau mengutus serombongan sahabat lain untuk menyertai individu-individu utusan rasul tersebut. Oleh sebab itu kami menasihati jama’ah tabligh untuk lebih memperdalami ilmu agama ini. Mengenai ucapan mereka dari kalangan Jama’ah Tabligh yang menyatakan;“Lihatlah para sahabat, mereka berasal dari Mekah, ada yang berasal dari Madinah. Namun kuburan-kuburan mereka tersebar, ada yang dikuburkan di negeri Bukhara, di negeri Samarkhand, dalam negeri Andalusia…” maka sungguh mereka salah meletakkan ucapan yang menqiaskan apa yang dilakukan oleh para sahabat itu sebagai khuruj ala tablighi. Namun adalah mereka, para sahabat –Ridhwanullah ‘alaihim ajma’in- mereka keluar adalah dalam rangka jihad fi sabilillah. Anggota tabligh! KEANEHAN KITAB TABLIGHI NISHAB/ FADHAILUL ‘AMAL Sungguh, mereka benar-benar telah menjadikan 2 kitab tulisan tokoh mereka yakniTablighi Nishab[9] yang ditulis oleh Maulana Zakaria al-Kandahlawy dan Hayatus-Shahabah yang ditulis oleh Maulana Yusuf al-Kandahlawy, sebagaimana 2 kitab syaikhani[10]. Padahal 2 kitab yang mereka jadikan rujukan utama, yang sentiasa mereka baca di setiap waktu, yang mereka cintai, yang selalu mereka bawa ke mana-mana itu adalah kitab yang sesat lagi menyesatkan. Di dalamnya bercampur di antara hadits shahih dengan hadits dhaif, maudhu’, dan laa ashla lahu, yang di dalamnya terkumpul bid’ah, syirik, khurafat, dongeng, mitos, dan kesesatan lainnya[11]. Nota kaki; [9] Atau dikenal dengan Fadhailul ‘amal. Nama fadhailul ‘amal ini diambil sebagai usaha pentalbisan dengan mengangkat kebolehan penggunaan hujjah hadits dhaif dalam fadhilah ‘amal (amalan fadhilah). Namun mereka melupakan syarat-syarat bolehnya hadits dhoif digunakan sebagai fadhilah amal, lebih jauh lagi kitab ini bukan hanya mengangkat hadits dhoif sahaja, tetapi juga segala yang maudhu’, hikayat, dan segala dongeng-dongeng palsu. [10] iaitu Bukhari Muslim, wallahu a’lam. [11] Akan menyusul contoh-contohnya dalam risalah ini. Namun, begitu taqlidnya mereka, begitu husnudh-dhon sehingga mereka biarkan kesesatan itu tetap ada di dalam kitab. Malah mereka tidak redha dan tidak rela kitab mereka itu dibersihkan dari kesesatan ini. Mereka tetap mahukan kitab itu seperti apa yang ada padanya sebagaimana asal ditulis oleh penulisnya. Mereka tidak sedar bahawa penulis kedua-dua kitab itu bukan ma’sum, namun mereka tetap tidak mengindahkannya. Mungkin mereka menganggap seolah-olah penulis dua kitab itu bagaikan wali yang ma’sum. Semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka. Amin. Sungguh, telah banyak para ulama’ pencinta kebenaran yang membetulkan kitab-kitab semacam ini. Mereka telah berusaha membuang dan membersihkan agama dari kotoran, yang berusaha memelihara kemurnian agama ini, yang berusaha memerangi para ahli bid’ah dan kebid’ahannya. Namun, usaha mereka itu tidaklah mendapatkan tempat bagi orang-orang yang cinta akan kesesatan dan bid’ah. Di antara kesesatan kitab itu adalah; Tablighi Nishab mencampurkan hadits-hadits maudhu' dan dhoif 1. Dalam Fadha’iludz Dzikir, hal. 96 Diriwayatkan dari Umar, Rasulullah saw bersabda: “Manakala nabi Adam ‘alahi salam melakukan perbuatan dosa, ia mengetengadahkan kepala ke langit seraya berkata : ‘Ya Rabb, aku memohon kepada-Mu dengan keagungan Muhammad, ampunilah dosaku.’Maka Allah menurunkan wahyu dari ‘arsy. Lalu Adam berkata: ‘Maha suci nama-Mu, tatkala Kau menciptaku, aku mengetengadahkan kepalaku ke arah arsy, ternyata tertulis padanya, Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah. Maka aku mengetahui bahwa tak seorangpun yang lebih mulia martabatnya di sisi-Mu daripada orang yang telah engkau jadikan beriringan dengan nama-Mu.’ Lalu Allah berfirman kepada Adam:"Wahai Adam, sesunggunya Muhammad itu nabi terakhir dan termasuk anak cucumu, seandainya Muhammad tidak diciptakan maka Aku tidak menciptamu.” (Tablighi Nishab, bab Fadhailudz Dzikir, hal 96.) Keterangan: Hadits di atas adalah hadits maudhu’ dalam Al-Maudhu’at Al-Kabir. Perawi-perawi dalam hadits di atas majhul (tidak dikenali). 2. Dalam Fadha’iludz Dzikir, hal. 109-110 Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, bersabda Rasulullah: ‘Barangsiapa menziarahi kuburanku, maka wajib atasnya syafatku.’ (Tablighi Nishab, Bab Fadha’iludz Dzikir, hal. 109-110) Keterangan: Hadits di atas hadits maudhu’, lihat Dhaiful Jami’ no 5618. 3. Dalam Fadha’ilul Haj, hal. 101 Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang menziarahiku setelah wafat maka ia laksana menziarahiku sewaktu aku hidup.” Berkata penulis: Diriwayatkan oleh Imam Thabrani, Daruquthni dan Baihaqi. Baihaqi menyatakan Hadits ini dhaif dalam Al Ittihaf. Berdasarkan riwayat Imam Baihaqi dalamAl-Misyqat disebutkan, “Siapa yang melakukan haji dan menziarahi kuburanku, maka ia seperti menziarahiku sewaktu aku hidup.” Berkata penulis: Al-Muwaffiq dalam Al-Mughni menjadikan hadits ini sebagai dalil terhadap keutamaan ziarah ke makam nabi. (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Haj, hal 101) Keterangan: Hadits di atas maudhu’ dalam Dha’iful Jami’ no 5563 Inilah sekelumit di antara kandungan hadits-hadits maudhu’ dalam Tablighi Nishab, yang masih sangat banyak lagi di dalamnya yang harus dibersihkan dan dibuang jauh-jauh. Rasulullah saw bersabda dalam haditsnya yang mutawattir: “Barangsiapa berdusta atasku dengan sengaja maka persiapkan duduknya di atas neraka”, termasuk berdusta atas nama nabi yakni menyampaikan kepada ummat apa-apa yang bukan dari beliau namun disandarkan terhadap beliau. Ia termasuk menyampaikan atau menggunakan hadits maudhu’, dan telah sepakat ummat ini bahwa hadits maudhu’ tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil. Tablighi Nishab berisi khurafat, hikayat dan dongeng Muhammad Zakaria al-Kandahlawy – semoga Allah mengampuninya- di dalam bukunyaTablighi Nishab telah merangkumkan khurafat, bid’ah, mitos dan hikayat-hikayat yang memekakkan telinga dan jauh dari khudrat dan tidak bisa dibenarkan oleh akal yang sehat. Rujukan yang dipegangnya tidak dapat dipercayai dan dia menukil dari pengarang yang tidak mendapatkan legitimasi para ulama’. Di antara kisah-kisah tersebut adalah; 1. Dalam Fadhailul Haj, hal 137-138, akhir bab IX, hikayat ke-13 Dinukil dari As-Suyuthi dalam kitab Al-Hawi bahawa Sa’id Ahmad Ar-Rifa’I berziarah ke makam Nabi setelah haji pada tahun 555H. Dia melagukan dua bait syair sebagai berikut; Dalam hal yang jauh, ruhku kulepaskan…. Bumi menerima dariku, kerana ia wakilku… Inilah kerajaan khayalan yang aku hadiri… Maka ulurkan tangan kananmu agar terengkuh oleh bibirku… Lalu tangan Nabi saw yang diberkati itu keluar dari makamnya yang mulia dan Ar-Rifa’i pun mencium tangan baginda. Penulisnya menambahkan dalam kitab Al-Bunyan Al-Masyid, “...ada 90 ribu orang yang menyaksikan hal itu. Mereka adalah peziarah makam Nabi. Di antara peziarah itu adalah Syaikh Abdul Qodir al-Jailani.” (Tablighi Anishab, bab Fadhailul Haj, hal 137-138, akhir bab IX, hikayat 13) 2. Dalam Fadha’ilul Haj, hal 133 Syaikh Abu Khair Al-Aqtha’ berkata, “Aku merasa lapar kerana selama 5 hari aku belum makan. Lalu aku berziarah dan ketiduran setelah aku membaca salawat kepada Nabi di sisi makamnya. Aku bermimpi Nabi saw datang bersama Syaikhani dan Ali r.a. Kemudian baginda memberi aku sepotong roti. Aku makan roti itu setengahnya, ketika aku terbangun, aku melihat setengah roti sisanya masih ada di tanganku.” (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Haj, hal 133) 3. Dalam Fadahilul hajj, hal 141 Syaikh Syamsuddin, ketua Khadamul haram An-Nabawi berkata: “Satu jama’ah dari Aleppo menyuap gabenor Madinnah agar mereka diizinkan membongkar makam Syaikhani dan mengambil jasad keduanya. Maka ketika itu datanglah 40 orang lelaki membawa cangkul pada malam harinya. Keempat puluh orang itu iba-tiba saja hilang ditelan bumi. Setelah itu gabenor Madinah berkata, ‘Janganlah kau sebarkan hal ini, atau aku akan memenggal kepalamu.” (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Haj, hal 141) 4. Dalam Fadha’ilul Haj, hal 87 Syaikh Zakaria berkata, “Dinukil dari beberapa syaikh, bahawa seorang syaikh yang tinggal di negeri Khurasan lebih dekat ke Ka’bah kerana dia selalu bersentuhan dengan Ka’bah jika dibandingkan dengan orang-orang yang selalu bertawaf di Ka’bah. Bahkan terkadang Ka’bah itu datang mengunjunginya.” (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Haj, hal 87) 5. Dalam Fadhailush Shadaqah, hal. 588. Ada dikisahkan: Syaikh Zakaria mengerjakan solat sebanyak 1000 raka’at dengan berdiri. Apabila dia merasa lelah, maka dia sholat dengan duduk sebanyak 1000 raka’at. (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilush Shadaqah, hal 588) 6. Dalam Fadha’ilul Qur’an, hal. 15. Ada diceritakan bahawa: Ibnu Katib mengkhatamkan Al-Qur’an setiap hari sebanyak 8 kali. 7. Dalam Fadhailul Haj, hal. 218. Ada diceritakan bahawa: Nabi Khidr mengerjakan solat subuh di Mekah dan duduk di rukun syami sampai terbit matahari, kemudian solat zuhur di Madinah, solat asar di Baitul Maqdis dan solat Maghrib dan Isya’ di Al-Iskandari. 8. Dalam Fadha’ilush Shadaqah hal. 588. Ada diceritakan bahawa: Abu Muhammad Al Jurairi melaksanaknan I’tikaf di Mekah selama setahun penuh, tidak tidur tidak pula bersandar di dinding atau tiang. 9. Dalam Fadhailul Hajj, hal 135 Seseorang bertanya kepada Nabi Khidr, “Apakah kamu melihat seseorang yang lebih mulia daripada dirimu?” Maka menjawab Nabi Khidir, “Pada suatu ketika aku berada di dalam masjid Muhammad (di Madinah). Pada waktu itu Imam Abdurrazaq sedang mengajari jama’ah tentang hadits Nabi, maka aku melihat seorang pemuda duduk sendiri di pojok masjid sambil meletakkan kepalanya di atas kedua lututnya. Aku bertanya padanya, ‘Mengapa kau tidak mengikuti majlis Abdurrazaq dan mendengarkan hadits-hadits Nabawi’. Dia menjawab, ‘Di sana jama’ah mendengarkan pengajian dari Abdurrarzaq, namun di sini ada seorang sendirian mendengarkan pelajaran Abdurrazaq tanpa ada orang lain.’ Kemudian Nabi Khidr berkata, ‘Jika benar demikian maka katakanlah siapakah aku ini?’ Dia menjawab ‘Kamu adalah nabi Khidr’. Nabi Khidr berkata. ‘...dengan demikian aku mengetahui bahawa ada sebahagian wali Allah yang tidak aku ketahui disebabkan ketinggian darjatnya.” (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Hajj, hal 135) Banyak lagi hikayat lainnya di samping dongeng di atas, yang berselerak di dalamnya mitos, kebatilan, khurafat dan bid’ah. Apakah gerangan yang diinginkan oleh pengarang buku tersebut dengan memuatkan segala malapetaka itu? Bagaimana mungkin Jama’ah Tabligh menerima sesuatu yang rasanya pahit ini? Bagaimanakah sikap ulama’ mereka terhadap bahaya sufistik ini? Apakah ada yang bisa menjawab? Hanya Allah lah tempat mengadu! Kenyataan ulama-ulama sunnah tentang Jama'ah Tabligh Syaikh Al-Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nashrudin Al-Albani –Rahimahullah- dalam fatwa Al-Imarotiyah hal. 30 ketika ditanya tentang jama’ah tabligh, beliau memberikan jawaban: “Dakwah Jama’ah Tabligh adalah sufi masa kini (shufiyyah ashriyyah) yang tidak berpijak kepada kitabullah dan sunnah Rasul-Nya…” • Fatwa terakhir Samahatusy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim ‘alu Syaikh –Rahimahullah- : “Saya jelaskan bahwa jam’iyyah ini (jama’ah tabligh, peny.) adalah jam’iyah yang tidak ada kebaikan padanya. Sebab itu jam’iyah ini adalah bid’ah lagi sesat menyesatkan.”(fatwa Syaikh Ibrahim, hal. 405 tanggal 29/1/82 H) • Fatwa terakhir Al-Allamah Samahatusy-Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Baaz –Rahimahullah-, Ketika beliau ditanya mengenai jama’ah tabligh, lalumenjawab: “…Jama’ah Tabligh dari India yang sudah dikenal ini terdapat khurafat, bid’ah dan syirik pada mereka…” (fatwa terakhir Syaikh bin Bazz dikutip dari kaset Ta’qib Samahatusy-Syaikh Abdul Aziz bin Bazz ‘ala Nadwah.) • Syaikh Hammud bin Abdullah At-Tuwaijiri –Rahimahullah- ketika ditanya tentang jama’ah tabligh, beliau menjawab secara terperinci dalam Al-Qoul Al-Baligh fi ar-Roddi ‘ala jama’atit tabligh yang intinya adalah: “Saya katakan bahawa jama’ah tabligh itu kelompok yang sesat lagi bid’ah. Mereka tidaklah mengikuti jalan yang telah ditempuh Rasulullah dan sahabatnya, juga para tabi’in. Akan tetapi mereka mengikuti cara sufiyyah yang bid’ah…” • Syaikh Ali Hasan ketika ditanya mengenai kebaikan jama’ah tabligh kerana banyaknya pemuda yang masuk Islam melalui dakwah mereka, dia menjawab: “Perkataan itu benar namun kurang! Benar jama’ah tabligh menda’wahi banyak manusia dimana menghasilkan orang yang dahulunya berandalan sekarang bertaubat, tetapi sebagaimana pendapat ulama’, bahwasanya hidayah itu ada dua, yakni hidayah ‘ila thariq (ke jalan) dan hidayah fi thariq (di jalan). Ya... memang jama’ah tabligh ini mendakwahi manusia ‘ila thariq, tapi mereka tidak berdakwah fi thariq. Bagaimana tidak, aqidah mereka saja hancur! Mereka mengatakan dalam kitab mereka yang masyhur Tablighi Nishab yang penuh dengan khurafat serta penyimpangan-penyimpangan…” (kaset muhadharah Syaikh Ali berjudul Manhaj as-Salaf). • Fatwa Lajnah Al-fatawa fi idaratil Buhuts al-ilmiyyah wal ifta’ wad da’wah wal irsyad, menyatakan: “Jama’ah Tabligh sangat berlebihan dalam hal-hal negatif dan generalisasi terhadap suatu masalah. Jama’ah tabligh tidak jelas mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah dalam berdakwah sampai dengan perincian prinsip-prinsip syariat Islam dan cabang-cabang hukumnya…” (dinukil oleh Ust. Falih Nafi’ dalam kitabnya Ad-Diinun-Nashiihah hal 17-1 Nasihat bagi Jama'ah Tabligh Kami ingin menasihatkan jama’ah tabligh dan orang-orang yang bersimpati pada dakwah mereka, termasuk orang-orang yang mengabaikan ukhuwwah dan tidak menegakkan asas saling menasihati dengan membiarkan kebatilan dan kesalahan seperti ini dipendam dengan tujuan menjaga ukhuwwah dan supaya ummat tidak terpecah belah, agar: i). Bertaqwa kepada Allah, takut akan siksa-Nya dan azab-Nya. Menjauhi apa-apa yang dilarang-Nya dan meninggalkan segala hal yang mengakibatkan murka-Nya. ii). Bertaubat kepada Allah akan kesalahan-kesalahan kita, berjanji tidak akan mengulanginya, dan meninggalkan segala pemahaman-pemahaman sesat dan salah yang selama ini kita pegang. iii). Menuntut ilmu agama yang syar’i selaras dengan pemahaman salaf ash-sholih, mengamalkannya, mendakwahkannya dan sabar dalam memeliharanya. iv). Sentiasa menegakkan asas nasihat-menasihati dan tolong menolong dalam kebenaran dan ketaqwaan.

Habib Mundzir

Habib Mundzir al Musawa Tentang Jemaah Tabligh
Dakwah butuh Ilmu


Mereka mesti kita perlakukan sebagaimana kita memperlakukan saudara kita muslimin, dihimbau dg sopan dan dinasehati untuk memperdalam ilmu, sebab mereka itu para da'i, da'i adalah derajat mulia, namun da'i yg tak berilmu akan menyesatkan ummat, oleh sebab itu kita mesti mengingatkan mereka, agar mereka terus berdakwah namun memperdalam ilmunya, jangan hanya besar semangat dalam menasehati orang namun lupa bahwa menasehati orang itu butuh keluasan ilmu, karena bisa mneyesatkan banyak orang. bukan berarti mereka itu kesemuanya tak berilmu, banyak diantara para ulama dan fuqaha yg mengikuti jamaah tabligh dan khuruj, namun secara program keseluruhannya, jamaah tablig mengajak orang orang untuk berdakwah, dan kebanyakan dari kelompok mereka yg baru bertobat, hal ini sangat baik bagi personil tabligh itu sendiri, namun acapkali merusak pemahaman masyarakat, karena masyarakat banyak bertanya hukum2 kepada mereka dan mereka memberikan jawaban yg tidak benar.Dan salah satu dari program jamaah tabligh adalah tidak terpaku pada madzhab, hal ini baik maksudnya, karena demi persaudaraan muslimin antara mereka, namun buruk dampaknya bila dilakukan oleh orang yg kurang berilmu, mereka akan bercampur baur antara pemahaman syiah, sunnah, al irsyad, sufi dll hingga muncullah bentuk pemahaman yg tak menentu, mereka tidak mau mengacu kepada ulama syafii, karena tak mau fanatik madzhab, padahal justru hal yg benar adalah berpegang pada satu madzhab namun menghargai madzhab lainnya, Kebanyakan dari jamaah tabligh masuk ke masjid yg bermadzhab syafii, mengimami shalat dan tak mengucap basmalah, atau mengimami subuh dan tak berqunut, maka ini justru meresahkan masyarakat, memang betul hal hal seperti ini adalah ikhtilaf furu'iyah, tapi tidak sepantasnya dilakukan dihadapan masyarakat awam hingga mereka bingung mana sih yg benar?, karena dakwah bukan sembarang menasihati, namun butuh uslub (metode) yg jelas dan menyesuaikan diri dg keadaan masyarakat setempat. Saudaraku saya bukan memfitnah, belasan masjid yg mengadukan hal ini, dan saya mengenal jamaah tabligh bukan hanya di Indonesia, namun sejak saya menuntut ilmu di Yaman saya telah jumpa dg mereka, sejak th 1994 kami bergaul  akrab dg mereka, Guru saya (Habib Umar Ibn Hafidz) pun berpendapat sama dengan yg saya  sampaikan, bahwa Jamaah Tabligh mempunyai celah yg perlu diperbaiki, yaitu eterbatasan ilmu syariah dari personilnya, karena personilnya bukan ratusan, tapi jutaan, bahkan di Yaman kebanyakan Jamaah Tabligh terpengaruh faham Ibn Abdulwahhab yg memusyrikkan muslimin yg tawassul dlsb, dan sebagian di Indonesia pun demikian. Guru saya banyak bergaul dan pernah khuruj dengan Jamaah Tabligh, demikian pula ayah beliau, Al Allamah Alhabib Muhammad bin Salim bin Hafidh, beliau pernah pula hadir ke Pakistan untuk menghadiri ijtima' tahunan Jamaah Tabligh. Saya pun pernah khuruj dg jamaah tabligh di Makasar, hingga bersama sama ke Pinrang, mereka ramah, sopan dan mencintai sunnah, namun itulah barangkali ada kekurangannya, yaitu keterbatasan ilmu dari sebagian besar personilnya, hingga tercampurnya banyak pemahaman. Saya sesekali tak mengatakan bahwa mereka ini sesat, mereka ini mencintai sunnah, programnya adalah menegakkan sunnah, maksudnya adalah dakwah semata, dan dasar utamanya adalah sufi, namun ada beberapa hal yg perlu dikoreksi.

DR. ZAKIR NAIK

Sabtu, 27 November 2010

DALIL ZIARAH MAQAM WALIY

Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari hari anda,
Saudaraku yg kumuliakan,
penjelasannya panjang lebar, sebelum saya simpulkan, akan saya tampilkan untuk anda jawaban atas masalah ini (sitighatsah) yaitu memanggil orang yg sudah wafat untuk memberi bantuan., saya nukilkan dari buku saya : kenalilah akidahmu edisi 2, anda jangan tersinggung dg kalimat kalimat ini, karena ini adalah nukilan untuk memperjelas hukum, bukan ditujukan pada pribadi anda saudaraku :

II.8. ISTIGHATSAH
Istighatsah adalah memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya, untuk sebagian kelompok muslimin hal ini langsung di vonis syirik, namun vonis mereka itu hanyalah karena kedangkalan pemahamannya terhadap syariah islam, pada hakekatnya memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya adalah hal yg diperbolehkan selama ia seorang Muslim, Mukmin, Shalih dan diyakini mempunyai manzilah di sisi Allah swt,

tak pula terikat ia masih hidup atau telah wafat, karena bila seseorang mengatakan ada perbedaan dalam kehidupan dan kematian atas manfaat dan mudharrat maka justru dirisaukan ia dalam kemusyrikan yang nyata,

karena seluruh manfaat dan mudharrat berasal dari Allah swt, maka kehidupan dan kematian tak bisa membuat batas dari manfaat dan mudharrat kecuali dengan izin Allah swt, ketika seseorang berkata bahwa orang mati tak bisa memberi manfaat, dan orang hidup bisa memberi manfaat, maka ia dirisaukan telah jatuh dalam kekufuran karena menganggap kehidupan adalah sumber manfaat dan kematian adalah mustahilnya manfaat, padahal manfaat dan mudharrat itu dari Allah, dan kekuasaan Allah tidak bisa dibatasi dengan kehidupan atau kematian.

Sama saja ketika seorang berkata bahwa hanya dokter lah yang bisa menyembuhkan dan tak mungkin kesembuhan datang dari selain dokter, maka ia telah membatasi Kodrat Allah swt untuk memberikan kesembuhan, yang bisa saja lewat dokter, namun tak mustahil dari petani, atau bahkan sembuh dengan sendirinya.

Terkadang kita tak menyadari bahwa kita lebih banyak mengambil manfaat dalam kehidupan ini dari mereka yang telah mati daripada yang masih hidup, sungguh peradaban manusia, tuntunan ibadah, tuntunan kehidupan, modernisasi dan lain sebagainya. Kesemua para pelopornya telah wafat, dan kita masih terus mengambil manfaat dari mereka, muslim dan non muslim, seperti teori Einstein dan teori – teori lainnya, kita masih mengambil manfaat dari yang mati hingga kini, dari ilmu mereka, dari kekuatan mereka, dari jabatan mereka, dari perjuangan mereka, Cuma bedanya kalau mereka ini kita ambil manfaatnya berupa ilmunya, namun para shalihin, para wali dan muqarrabin kita mengambil manfaat dari imannya dan amal shalihnya, dan ketaatannya kepada Allah.

Rasul saw memperbolehkan Istighatsah, sebagaimana hadits beliau saw : “Sungguh matahari mendekat dihari kiamat hingga keringat sampai setengah telinga, dan sementara mereka dalam keadaan itu mereka ber-istighatsah (memanggil nama untuk minta tolong) kepada Adam, lalu mereka beristighatsah kepada Musa, Isa, dan kesemuanya tak mampu berbuat apa apa, lalu mereka beristighatsah kepada Muhammad saw” (Shahih Bukhari hadits no.1405),

juga banyak terdapat hadits serupa pada Shahih Muslim hadits No.194, Shahih Bukhari hadits No.3162, 3182, 4435, dan banyak lagi hadist2 shahih yang Rasul saw menunjukkan ummat manusia ber istighatsah pada para Nabi dan Rasul, bahkan Riwayat Shahih Bukhari dijelaskan bahwa mereka berkata pada Adam, Wahai Adam, sungguh engkau adalah ayah dari semua manusai.. dst.. dst...dan Adam as berkata : “Diriku..diriku.., pergilah pada selainku.., hingga akhirnya mereka ber Istighatsah memanggil – manggil Muhammad saw, dan Nabi saw sendiri yang menceritakan ini, dan menunjukkan beliau tak mengharamkan Istighatsah.

Maka hadits ini jelas – jelas merupakan rujukan bagi istighatsah, bahwa Rasul saw menceritakan orang – orang ber-istighatsah kepada manusia, dan Rasul saw tak mengatakannya syirik, namun jelaslah Istighatsah diperbolehkan bahkan hingga dihari kiamat kepada para hamba yg dekat pada Allah di hari kiamat, dan ternyata dihari kiamat Istighatsah diizinikan Allah swt hanya untuk Sayyidina Muhammad saw.

Demikian pula diriwayatkan bahwa dihadapan Ibn Abbas ra ada seorang yang keram kakinya, lalu berkata Ibn Abbas ra : “Sebut nama orang yg paling kau cintai..!”, maka berkata orang itu dengan suara keras.. : “Muhammad..!”, maka dalam sekejap hilanglah sakit keramnya (diriwayatkan oleh Imam Hakim, Ibn Sunniy, dan diriwayatkan oleh Imam Tabrani dengan sanad hasan) dan riwayat ini pun diriwayatkan oleh Imam Nawawi pada Al Adzkar.

Jelaslah sudah bahwa riwayat ini justru bukan mengatakan musyrik pada orang yang memanggil nama seseorang saat dalam keadaan tersulitkan, justru Ibn Abbas ra yang mengajari hal ini.

Kita bisa melihat kejadian Tsunami di aceh beberapa tahun yang silam, bagaimana air laut yang setinggi 30 meter dengan kecepatan 300km dan kekuatannya ratusan juta ton, mereka tak menyentuh masjid tua dan makam makam shalihin, hingga mereka yang lari ke makam shalihin selamat. Inilah bukti bahwa Istighatsah dikehendaki oleh Allah swt, karena kalau tidak lalu mengapa Allah jadikan di makam – makam shalihin itu terdapat benteng yang tak terlihat membentengi air bah itu,

yang itu sebagai isyarat Illahi bahwa demikianlah Allah memuliakan tubuh yang taat pada-Nya swt, tubuh – tubuh tak bernyawa itu Allah jadikan benteng untuk mereka yang hidup.., tubuh yang tak bernyawa itu Allah jadikan sumber Rahmat dan perlindungan-Nya swt kepada mereka mereka yang berlindung dan lari ke makam mereka.

mereka yang lari berlindung pada hamba – hamba Allah yang shalih mereka selamat, mereka yang lari ke masjid – masjid tua yang bekas tempat sujudnya orang – orang shalih maka mereka selamat, mereka yang lari dengan mobilnya tidak selamat, mereka yang lari mencari tim SAR tidak selamat..

Pertanyaannya adalah : kenapa Allah jadikan makam sebagai perantara perlindungan-Nya swt?, kenapa bukan orang yang hidup?, kenapa bukan gunung?, kenapa bukan perumahan?.

Jawabannya bahwa Allah mengajari penduduk bumi ini beristighatsah pada shalihin. Walillahittaufiq

--

lalu pula didukung oleh hadits shahih Bukhari dan Shahih Muslim dan lainnya dan dijelaskan oleh Imam ibn Katsir dalam tafsirnya bahwa Rasul saw mengajarkan kita bersalam pada ahlulkubur.
berkata Imam Ibn Katsir, ini menunjukkan ahlulkubur menjawab salam orang yg bersalam padanya, karena jika mereka tak mendengar maka tak dibenarkan bersalam pada benda mati, dan didukun riwayat shahih bahwa ahlilkubur senang dengan kedatangan para peziarah padanya.

kesimpulannya saudaraku, meminta pada para wali Allah swt tidak syirik, apakah ia masih hidup atau telah wafat, karena kita tak meminta pada diri orang itu, kita meminta padanya karena keshalihannya, karena ia ulama, karena ia orang yg dicintai Allah

maka hal ini tidak terlarang dalam syariah dg dalil yg jelas.

namun kalau pribadi saya, saya lebih senang berdoa pada Allah, dengan mengambil perantara pada Rasulullah saw, karena beliau saw sudah jelas diterima oleh Allah swt perantaraannya bahkan hingga hari kiamat.

saya sering berziarah pada shalihin dan para wali, tapi berdoa pada Allah, bukan meminta pada ahlilkubur, namun berdoa didepan jasad shalih mereka, disaksikan ruh mereka, insya Allah lebih cepat diijabah oleh Allah.

berikut saya perjelas mengenai tawassul, saya nukilkan dari buku saya Kenalilah akidahmu edisi 2 :

II.7. TAWASSUL
Saudara saudaraku masih banyak yang memohon penjelasan mengenai tawassul, wahai saudaraku, Allah swt sudah memerintah kita melakukan tawassul. Tawassul adalah mengambil perantara makhluk untuk doa kita pada Allah swt, Allah swt mengenalkan kita pada Iman dan Islam dengan perantara makhluk-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw sebagai perantara pertama kita kepada Allah swt, lalu perantara kedua adalah para sahabat, lalu perantara ketiga adalah para tabi’in. Demikian berpuluh – puluh perantara sampai pada guru kita, yang mengajarkan kita islam, shalat, puasa, zakat dll, barangkali perantara kita adalah ayah ibu kita, namun diatas mereka ada perantara, demikian bersambung hingga Nabi saw, sampailah kepada Allah swt.

Allah swt berfirman : “Hai orang – orang yang beriman, bertakwalah atau patuhlah kepada Allah swt dan carilah perantara yang dapat mendekatkan kepada Allah SWT dan berjuanglah di jalan Allah swt, agar kamu mendapatkan keberuntungan” (QS.Al-Maidah-35).
Berkata Imam Ibn katsir menafsirkan ayat ini :
والوسيلة: هي التي يتوصل بها إلى تحصيل المقصود، والوسيلة أيضًا: علم على أعلى منزلة في الجنة، وهي منزلة رسول الله صلى الله عليه وسلم وداره في الجنة، وهي أقرب أمكنة الجنة إلى العرش، وقد ثبت في صحيح البخاري، من طريق محمد بن المُنكَدِر، عن جابر بن عبد الله قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "من قال حين يسمع النداء: اللهم رب هذه الدعوة التامة، والصلاة القائمة، آت محمدًا الوسيلة والفضيلة، وابعثه مقامًا محمودا الذي وعدته، إلا حَلَّتْ له الشفاعة يوم القيامة".
حديث آخر في صحيح مسلم: من حديث كعب عن علقمة، عن عبد الرحمن بن جُبير، عن عبد الله بن عمرو بن العاص أنه سمع النبي صلى الله عليه وسلم يقول: "إذا سمعتم المؤذن فقولوا مثل ما يقول، ثم صلُّوا عَليّ، فإنه من صلى عَليّ صلاة صلى الله عليه بها عشرًا، ثم سلوا الله لي الوسيلة، فإنها منزلة في الجنة، لا تنبغي إلا لعبد من عباد الله، وأرجو أن أكون أنا هو، فمن سأل لي الوسيلة حَلًّتْ عليه الشفاعة." (1)
حديث آخر: قال الإمام أحمد: حدثنا عبد الرزاق، أخبرنا سفيان، عن لَيْث، عن كعب، عن أبي هريرة؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "إذا صليتم عَليّ فَسَلُوا لي الوسيلة". قيل: يا رسول الله، وما الوسيلة؟ قال: "أعْلَى درجة في الجنة، لا ينالها إلا رَجُلٌ واحد (2) وأرجو أن أكون أنا هو".

Wasilah adalah sesuatu yg menjadi perantara untuk mendapatkan tujuan, dan merupakan perantara pula ilmu tentang setinggi tinggi derajat, ia adalah derajat mulia Rasulullah saw di Istana beliau saw di sorga. Dan itu adalah tempat terdekat di sorga ke Arsy, dan telah dikuatkan pd shahih Bukhari dari jalan riwayat Muhammad bin Al Munkadir, dari Jabir bin Abdillah ra, sabda Rasulullah saw : Barangsiapa yg berdoa ketika mendengar seruan (adzan) :Wahai Alla Tuhan Pemilik Dakwah ini Yang Maha Sempurna, dan Shalat Yang didirikan, berilah Muhammad perantara dan anugerah, dan bangkitkanlah untuk beliau saw derajat yg terpuji yg telah Kau Janjikan pada beliau saw, maka telah halal syafaat dihari kiamat”.

Hadits lainnya pada Shahih Muslim, dari hadits Ka;ab dari Alqamah, dari Abdurrahman bin Jubair, dari Abdullah bin Amr bin Al Ash, sungguh ia mendengar Nabi saw bersabda : Jika kalian mendengar muadzin, maka ucapkan seperti ucapan mereka, lalu bershalawatlah padaku, maka sungguh barangsiapa yg bershalawat padaku sekali maka Allah melimpahkan shalawat padanya 10x, lalu mohonlah untukku wasiilah (perantara), maka sungguh ia merupakan tempat di sorga, tiada diberikan pada siapapun kecuali satu dari hamba Allah, dan aku berharap agar akulah yg menjadi orang itu, maka barangsiapa yg memohonkan untukku perantara, halal untuknya syafaat.

Dan hadits lainnya berkata Imam Ahmad, diucapkan pada kami oleh Abdurrazzak, dikabarkan pada kami dari sofyan, dari laits, dari Ka;ab, dari Abu Hurairah ra : Sungguh Rasulullah saw bersabda : Jika kalian shalat maka mohonkan untukku wasiilah, mereka bertanya : Wahai Rasulullah, (saw), wasiilah itu apakah?, Rasul saw bersabda : Derajat tertinggi di sorga, tiada yg mendapatkannya kecuali satu orang, dan aku berharap akulah orang itu
Selesai ucapan Imam ibn Katsir. (Tafsir Imam Ibn Katsir pd Al Maidah 35)

Ayat ini jelas menganjurkan kita untuk mengambil perantara antara kita dengan Allah, dan Rasul saw adalah sebaik baik perantara, dan Hadits hadits ini jelas bahwa Rasul saw menunjukkan bahwa beliau saw tak melarang tawassul pada beliau saw, bahkan orang yang mendoakan hak tawassul untuk beliau saw sudah dijanjikan syafaat beliau saw.
Tawassul ini boleh kepada amal shalih, misalnya doa : “Wahai Allah, demi amal perbuatanku yang saat itu kabulkanlah doaku”, sebagaimana telah teriwayatkan dalam Shahih Bukhari dalam hadits yang panjang menceritakan tiga orang yang terperangkap di goa dan masing – masing bertawassul pada amal shalihnya, Allah swt membuka sepertiga celah goa tempat mereka terperangkap berkat tawassul orang pertama pada amal shalihnya, namun mereka belum bisa keluar dg celah itu, maka orang kedua bertawassul pada amal shalih yg pernah diperbuatnya, maka celah terbuka 2/3 dan belum bisa membuat mereka keluar dari goa, maka orang ketiga bertawassul pula pada amal baiknya, maka terbukalah celah goa keseluruhannya.

Namun dari riwayat ini bisa difahami bahwa tawassul pada amal shalih sendiri tidak bisa menyelamatkan dirinya, namun justru sebab dua orang lainnya maka mereka semua bisa selamat..
Jelas sudah bertawassul pada orang lain lebih bisa menyelamatkan daripada tawassul pada amal sendiri yg belum tentu diterima, namun tawassul pada orang shalihh yg sudah masyhur kebaikan dan banyaknya amal ibadahnya, akan lebih mudah dikabulkan Allah swt, lebih lagi tawassul pada Rasulullah saw.
Dan boleh juga tawassul pada Nabi saw atau orang lainnya, sebagaimana yang diperbuat oleh Umar bin Khattab ra, bahwa Umar bin Khattab ra pada riwayat shahih Bukhari :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
كَانَ إِذَا قَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا قَالَ فَيُسْقَوْنَ

Dari Anas bin Malik ra sungguh Umar bin Khattab ra ketika sedang musim kering ia memohon turunnya hujan dengan perantara Abbas bin Abdulmuttalib ra, seraya berdoa : “wahai Allah.., sungguh kami telah mengambil perantara (bertawassul) pada Mu dengan Nabi kami (Muhammad saw) agar kau turunkan hujan lalu Kau turunkan hujan, maka kini kami mengambil perantara (bertawassul) pada Mu Dengan Paman Nabi Mu (Abbas bin Abdulmuttalib ra) yang melihat beliau sang Nabi saw maka turunkanlah hujan” maka hujanpun turun dg derasnya. (Shahih Bukhari hadits no.954)
Berkata Hujjatul Islam Al imam Ibn Hajar Al Asqalaniy mensyarahkan hadits ini :

وَيُسْتَفَاد مِنْ قِصَّة الْعَبَّاس اِسْتِحْبَاب الِاسْتِشْفَاع بِأَهْلِ الْخَيْر وَالصَّلَاح وَأَهْل بَيْت النُّبُوَّة ، وَفِيهِ فَضْل الْعَبَّاس وَفَضْل عُمَر لِتَوَاضُعِهِ لِلْعَبَّاسِ وَمَعْرِفَته بِحَقِّهِ .

.maka diambil faidah dari kejadian Abbas ra ini menjadi hal yg baik memohon syafaat pada orang orang yg baik dan shalih, dan keluarga Nabi saw, dan pada hadits ini pula menyebutkan keutamaan Abbas ra dan keutamaan Umar ra karena rendah dirinya, dan kefahamannya akan kemuliaan Abbas ra. (Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari Bab Al Jum;ah no.954)
Riwayat diatas menunjukkan bahwa :
1 Para sahabat besar bertawassul pada Nabi saw dan dikabulkan Allah swt.
2 Para sahabat besar bertawassul satu sama lain antara mereka dan dikabulkan Allah swt.
3 Para sahabat besar bertawassul pada keluarga Nabi saw (perhatikan ucapan Umar ra : “demi Paman nabi” (saw). Kenapa beliau tak ucapkan namanya saja?, misalnya Demi Abbas bin Abdulmuttalib ra?, namun justru beliau tak mengucapkan nama, tapi mengucapkan sebutan “Paman Nabi” dalam doanya kepada Allah, dan Allah mengabulkan doanya, menunjukkan bahwa Tawassul pada keluarga Nabi saw adalah perbuatan Sahabat besar, dan dikabulkan Allah.

Dan boleh tawassul pada benda, sebagaimana Rasulullah saw bertawassul pada tanah dan air liur sebagian muslimin untuk kesembuhan, sebagaimana doa beliau saw ketika ada yang sakit : “Dengan Nama Allah atas tanah bumi kami, demi air liur sebagian dari kami, sembuhlah yang sakit pada kami, dengan izin Tuhan kami” (shahih Bukhari hadits No.5413, dan Shahih Muslim hadits No.2194), ucapan beliau saw : “demi air liur sebagian dari kami” menunjukkan bahwa beliau saw bertawassul dengan air liur mukminin yang dengan itu dapat menyembuhkan penyakit, dengan izin Allah swt tentunya, sebagaimana dokter pun dapat menyembuhkan, namun dengan izin Allah pula tentunya, juga beliau bertawassul pada tanah, menunjukkan diperbolehkannya bertawassul pada benda mati atau apa saja karena semuanya mengandung kemuliaan Allah swt, seluruh alam ini menyimpan kekuatan Allah dan seluruh alam ini berasal dari cahaya Allah swt.

Riwayat lain ketika datangnya seorang buta pada Rasul saw, seraya mengadukan kebutaannya dan minta didoakan agar sembuh, maka Rasul saw menyarankannya agar bersabar, namun orang ini tetap meminta agar Rasul saw berdoa untuk kesembuhannya, maka Rasul saw memerintahkannya untuk berwudhu, lalu shalat dua rakaat, lalu Rasul saw mengajarkan doa ini padanya, ucapkanlah : “Wahai Allah, Aku meminta kepada Mu, dan Menghadap kepada Mu, Demi Nabi Mu Nabi Muhammad, Nabi Pembawa Kasih Sayang, Wahai Muhammad, Sungguh aku menghadap demi dirimu (Muhammad saw), kepada Tuhanku dalam hajatku ini, maka kau kabulkan hajatku, wahai Allah jadikanlah ia memberi syafaat hajatku untukku” (Shahih Ibn Khuzaimah hadits No.1219, Mustadrak ala shahihain hadits No.1180 dan ia berkata hadits ini shahih dengan syarat shahihain Imam Bukhari dan Muslim).

Hadits diatas ini jelas – jelas Rasul saw mengajarkan orang buta ini agar berdoa dengan doa tersebut, Rasul saw yang mengajarkan padanya, bukan orang buta itu yang membuat buat doa ini, tapi Rasul saw yang mengajarkannya agar berdoa dengan doa itu, sebagaimana juga Rasul saw mengajarkan ummatnya bershalawat padanya, bersalam padanya.

Lalu muncullah pendapat saudara – saudara kita, bahwa tawassul hanya boleh pada Nabi saw, pendapat ini tentunya keliru, karena Umar bin Khattab ra bertawassul pada Abbas bin Abdulmuttalib ra. Sebagaimana riwayat Shahih Bukhari diatas, bahkan Rasul saw bertawassul pada tanah dan air liur.

Adapula pendapat mengatakan tawassul hanya boleh pada yang hidup, pendapat ini ditentang dengan riwayat shahih berikut : “telah datang kepada utsman bin hanif ra seorang yang mengadukan bahwa Utsman bin Affan ra tak memperhatikan kebutuhannya, maka berkatalah Utsman bin Hanif ra : “berwudulah, lalu shalat lah dua rakaat di masjid, lalu berdoalah dengan doa : “: “Wahai Allah, Aku meminta kepada-Mu, dan Menghadap kepada-Mu, Demi Nabi Mu Nabi Muhammad, Nabi Pembawa Kasih Sayang, Wahai Muhammad, Sungguh aku menghadap demi dirimu (Muhammad saw), kepada Tuhanku dalam hajatku ini, maka kau kabulkan hajatku, wahai Allah jadikanlah ia memberi syafaat hajatku untukku” (doa yang sama dengan riwayat diatas)”, nanti selepas kau lakukan itu maka ikutlah dengan ku kesuatu tempat.
Maka orang itupun melakukannya lalu utsman bin hanif ra mengajaknya keluar masjid dan menuju rumah Utsman bin Affan ra, lalu orang itu masuk dan sebelum ia berkata apa apa Utsman bin Affan lebih dulu bertanya padanya : “apa hajatmu?”, orang itu menyebutkan hajatnya maka Utsman bin Affan ra memberinya. Dan orang itu keluar menemui Ustman bin Hanif ra dan berkata : “kau bicara apa pada utsman bin affan sampai ia segera mengabulkan hajatku ya..??”, maka berkata Utsman bin hanif ra : “aku tak bicara apa – apa pada Utsman bin Affan ra tentangmu, Cuma aku menyaksikan Rasul saw mengajarkan doa itu pada orang buta dan sembuh”. (Majmu’ zawaid Juz 2 hal 279).
Tentunya doa ini dibaca setela wafatnya Rasul saw, dan itu diajarkan oleh Utsman bin hanif dan dikabulkan Allah.
Ucapan : Wahai Muhammad.. dalam doa tawassul itu banyak dipungkiri oleh sebagian saudara saudara kita, mereka berkata kenapa memanggil orang yang sudah mati?, kita menjawabnya : sungguh kita setiap shalat mengucapkan salam pada Nabi saw yg telah wafat : Assalamu alaika ayyuhannabiyyu… (Salam sejahtera atasmu wahai nabi……), dan nabi saw menjawabnya, sebagaimana sabda beliau saw :
“tiadalah seseorang bersalam kepadaku, kecuali Allah mengembalikan ruh ku hingga aku menjawab salamnya” (HR Sunan Imam Baihaqiy Alkubra hadits No.10.050)

Tawassul merupakan salah satu amalan yang sunnah dan tidak pernah diharamkan oleh Rasulullah saw, tak pula oleh ijma para Sahabat Radhiyallahu’anhum, tak pula oleh para tabi’in dan bahkan oleh para ulama serta Imam – imam besar Muhadditsin, bahkan Allahmemerintahkannya, Rasul saw mengajarkannya, sahabat radhiyallahu’anhum mengamalkannya.
Mereka berdoa dengan perantara atau tanpa perantara, tak ada yang mempermasalahkannya apalagi menentangnya bahkan mengharamkannya atau bahkan memusyrikan orang yang mengamalkannya.

Tawassul adalah berperantara pada kemuliaan seseorang, atau benda (seperti air liur yang tergolong benda) dihadapan Allah, bukanlah kemuliaan orang atau benda itu sendiri, dan tentunya kemuliaan orang dihadapan Allah tidak sirna dengan kematian, justru mereka yang membedakan bolehnya tawassul pada yang hidup saja dan mengharamkan pada yang mati, maka mereka itu malah dirisaukan akan terjerumus pada kemusyrikan karena menganggap makhluk hidup bisa memberi manfaat, sedangkan akidah kita adalah semua yang hidup dan yang mati tak bisa memberi manfaat apa – apa kecuali karena Allah memuliakannya,

Bukan karena ia hidup lalu ia bisa memberi manfaat dihadapan Allah, berarti si hidup itu sebanding dengan Allah??, si hidup bisa berbuat sesuatu pada keputusan Allah??,
Tidak saudaraku.. Demi Allah bukan demikian, Tak ada perbedaan dari yang hidup dan dari yang mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin Allah swt. Yang hidup tak akan mampu berbuat terkecuali dengan izin Allah swt dan yang mati pun bukan mustahil memberi manfaat bila memang di kehendaki oleh Allah swt.

Ketahuilah bahwa pengingkaran akan kekuasaan Allah swt atas orang yang mati adalah kekufuran yang jelas, karena hidup ataupun mati tidak membedakan kodrat Ilahi dan tidak bisa membatasi kemampuan Allah SWT. Ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah SWT tetap abadi walau mereka telah wafat.

Sebagai contoh dari bertawassul, seorang pengemis datang pada seorang saudagar kaya dan dermawan, kebetulan almarhumah istri saudagar itu adalah tetangganya, lalu saat ia mengemis pada saudagar itu ia berkata “Berilah hajat saya tuan …saya adalah tetangga dekat amarhumah istri tuan…” maka tentunya si saudagar akan memberi lebih pada si pengemis karena ia tetangga mendiang istrinya, Nah… bukankah hal ini mengambil manfaat dari orang yang telah mati? Bagaimana dengan pandangan yang mengatakan orang mati tak bisa memberi manfaat?, Jelas – jelas saudagar itu akan sangat menghormati atau mengabulkan hajat si pengemis, atau memberinya uang lebih, karena ia menyebut nama orang yang ia cintai walau sudah wafat.

Walaupun seandainya ia tak memberi, namun harapan untuk dikabulkan akan lebih besar, lalu bagaimana dengan Arrahman Arrahiim, Yang Maha Pemurah dan Maha Penyantun?, istri saudagar yang telah wafat itu tak bangkit dari kubur dan tak tahu menahu tentang urusan hajat si pengemis pada si saudagar, NAMUN TENTUNYA SI PENGEMIS MENDAPAT MANFAAT BESAR DARI ORANG YANG TELAH WAFAT, entah apa yang membuat pemikiran saudara saudara kita menyempit hingga tak mampu mengambil permisalan mudah seperti ini.

Saudara – saudaraku, boleh berdoa dengan tanpa perantara, boleh berdoa dengan perantara, boleh berdoa dengan perantara orang shalih, boleh berdoa dengan perantara amal kita yang shalih, boleh berdoa dengan perantara Nabi saw, boleh pada shalihin, boleh pada benda, misalnya “Wahai Allah Demi kemuliaan Ka’bah”, atau “Wahai Allah Demi kemuliaan Arafat”, dlsb, tak ada larangan mengenai ini dari Allah, tidak pula dari Rasul saw, tidak pula dari sahabat, tidak pula dari Tabi’in, tidak pula dari Imam Imam dan muhadditsin, bahkan sebaliknya Allah menganjurkannya, Rasul saw mengajarkannya, Sahabat mengamalkannya, demikian hingga kini. Walillahittaufiq

--
II.24. NABI MUHAMMAD SAW DI ALAM BARZAH
Sabda Rasulullah saw : "aku melewati Musa (as) dimalam aku di Isra kan di Katsibil Ahmar dan Musa berdiri di kuburnya dan ia shalat" (Shahih Muslim Bab Fadhail), bahkan firman Allah swt : "Janganlah kalian menyangka orang yang terbunuh dijalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup dan diberi rizki oleh Allah" (Al Imran-169),

Saya perjelas lagi bahwa berdoa di kuburan pun adalah sunnah Rasulullah saw, beliausaw bersalam dan berdoa di Pekuburan Baqi’, dan berkali kali beliau saw melakukannya, demikian diriwayatkan dalam Shahihain Bukhari dan Muslim, dan beliau saw bersabda : “Dulu aku pernah melarang kalian menziarahi kuburan, maka sekarang ziarahlah”. (Shahih Muslim hadits No.977 dan 1977)

Dan Rasulullah saw memerintahkan kita untuk mengucapkan salam untuk ahli kubur dengan ucapan “Assalaamu alaikum Ahliddiyaar minalmu’minin walmuslimin, wa Innaa Insya Allah Lalaahiquun, As’alullah lana wa lakumul’aafiah..” (Salam sejahtera atas kalian wahai penduduk penduduk dari Mukminin dan Muslimin, Semoga kasih sayang Allah atas yang terdahulu dan yang akan datang, dan Sungguh Kami Insya Allah akan menyusul kalian, Aku memohon kepada Allah untukku dan kalian Afiah ) (Shahih Muslim hadits No 974, 975, 976). Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah saw bersalam pada Ahli Kubur dan mengajak mereka berbincang-bincang dengan ucapan “Sungguh Kami Insya Allah akan menyusul kalian”.

Rasul saw berbicara kepada yang mati sebagaimana selepas perang Badr, Rasul saw mengunjungi mayat – mayat orang kafir, lalu Rasulullah saw berkata : “wahai Abu Jahal bin Hisyam, wahai Umayyah bin Khalf, wahai ‘Utbah bin Rabi’, wahai syaibah bin rabi’ah, bukankah kalian telah dapatkan apa yang dijanjikan Allah pada kalian…?!, sungguh aku telah menemukan janji tuhanku benar..!”, maka berkatalah Umar bin Khattab ra : “wahai rasulullah.., kau berbicara pada bangkai, dan bagaimana mereka mendengar ucapanmu?”, Rasul saw menjawab : “Demi (Allah) Yang diriku dalam genggamannya, engkau tak lebih mendengar dari mereka (engkau dan mereka sama – sama mendengarku), akan tetapi mereka tak mampu menjawab” (Shahih Muslim hadits No.6498).
Makna ayat : “Sungguh Engkau tak akan didengar oleh yg telah mati”.
Berkata Imam Qurtubi dalam tafsirnya makna ayat ini bahwa yang dimaksud orang yang telah mati adalah orang kafir yang telah mati hatinya dengan kekufuran, dan Imam Qurtubi menukil hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Rasul saw berbicara dengan orang mati dari kafir Quraisy yang terbunuh di perang Badr. (Tafsir Qurtubi Juz 13 hal 232).
Berkata Imam Attabari rahimahullah dalam tafsirnya bahwa makna ayat itu : bahwa engkaua wahai Muhammad tak akan bisa memberikan kefahaman kepada orang yang telah dikunci Allah untuk tak memahami (Tafsir Imam Attabari Juz 20 hal 12, Juz 21 hal 55, )
Berkata Imam Ibn katsir rahimahullah dalam tafsirnya : “walaupun ada perbedaan pendapat tentang makna ucapan Rasul saw pada mayat – mayat orang kafir pada peristiwa Badr, namun yang paling shahih diantara pendapat para ulama adalah riwayat Abdullah bin Umar ra dari riwayat riwayat shahih yang masyhur dengan berbagai riwayat, diantaranya riwayat yang paling masyhur adalah riwayat Ibn Abdilbarr yang menshahihkan riwayat ini dari Ibn Abbas ra dengan riwayat Marfu’ bahwa : “tiadalah seseorang berziarah ke makam saudara uslimnya didunia, terkecuali Allah datangkan ruhnya hingga menjawab salamnya”, dan hal ini dikuatkan dengan dalil shahih (riwayat shahihain) bahwa Rasul saw memerintahkan mengucapkan salam pada ahlilkubur, dan salam hanyalaha diucapkan pada yg hidup, dan salam hanya diucapkan pada yg hidup dan berakal dan mendengar, maka kalau bukan karena riwayat ini maka mereka (ahlil kubur) adalah sama dengan batu dan benda mati lainnya. Dan para salaf bersatu dalam satu pendapat tanpa ikhtilaf akan hal ini, dan telah muncul riwayat yang mutawatir (riwayat yg sangat banyak) dari mereka, bahwa Mayyit bergembira dengan kedatangan orang yang hidup ke kuburnya”. Selesai ucapan Imam Ibn Katsir (Tafsir Imam Ibn Katsir Juz 3 hal 439).
Riwayat lainnya Rasul saw bertanya – tanya tentang seorang wanita yang biasa berkhidmat di masjid, berkata para sahabat bahwa ia telah wafat, maka Rasul saw bertanya : “mengapa kalian tak mengabarkan padaku?, tunjukkan padaku kuburnya” seraya datang ke kuburnya dan menyolatkannya, lalu beliau saw bersabda : “Pemakaman ini penuh dengan kegelapan (siksaan), lalu Allah menerangi pekuburan ini dengan shalatku pada mereka” (Shahih Muslim hadits No.956)
Abdullah bin Umar ra bila datang dari perjalanan dan tiba di Madinah maka ia segera masuk masjid dan mendatangi Kubur Nabi saw seraya berucap : Assalamualaika Yaa Rasulallah, Assalamualaika Yaa Ababakar, Assalamualaika Ya Abataah (wahai ayahku)”. (Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.10051)
Berkata Abdullah bin Dinar ra : Kulihat Abdullah bin Umar ra berdiri di kubur Nabi saw dan bersalam pada Nabi saw lalu berdoa, lalu bersalam pada Abubakar dan Umar ra” (Sunan Imam Baihaqiy ALkubra hadits no.10052)
Sabda Rasulullah saw : Barangsiapa yang pergi haji, lalu menziarahi kuburku setelah aku wafat, maka sama saja dengan mengunjungiku saat aku hidup (Sunan Imam Baihaqiy Alkubra hadits no.10054).

Dan masih banyak lagi kejelasan, dan memang tak pernah ada yang mengingkari ziarah kubur sejak Zaman Rasul saw hingga kini selama 14 abad (seribu empat ratus tahun lebih semua muslimin berziarah kubur, berdoa, bertawassul, bersalam dll tanpa ada yang mengharamkannya apalagi mengatakan musyrik kepada yang berziarah, hanya kini saja muncul dari kejahilan dan kerendahan pemahaman atas syariah, munculnya pengingkaran atas hal – hal mulia ini yang hanya akan menipu orang awam, karena hujjah – hujjah mereka Batil dan lemah

Dan mengenai berdoa dikuburan sungguh hal ini adalah perbuatan sahabat radhiyallahu’anhu sebagaimana riwayat diatas bahwa Ibn Umar ra berdoa dimakam Rasul saw, dan memang seluruh permukaan Bumi adalah milik Allah swt, boleh berdoa kepada Allah dimanapun, bahkan di toilet sekalipun boleh berdoa, lalu dimanakah dalilnya yang mengharamkan doa di kuburan?, sungguh yang mengharamkan doa dikuburan adalah orang yang dangkal pemahamannya, karena doa boleh saja diseluruh muka bumi ini tanpa kecuali.

Berkata Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar :
Bahwa para syuhada hidup sebagaimana Nash Alqur'an, dan para Nabi lebih afdhal dari para Syuhada, sebagaimana buktinya adalah hadits yg dikeluarkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah ra : "Dan bershalawatlah kalian kepadaku, sungguh shalawat kalian disampaikan padaku dimanapun kalian berada", dan sanadnya shahih, dan berkata Abu Syeikh dalam kitab Attsawab dengan sanad Jayyid dengan lafadh : "Barangsiapa yang bershalawat kepadaku dikuburku, aku mendengarnya, dan barangsiapa yang bershalawat padaku dimanapun, maka disampaikan padaku", dan juga riwayat Abu Dawud dan Nasa'i yang dishahihkan oleh Ibn Khuzaimah dari Aus bin Aus dalam keutamaan hari Jumat : "Maka perbanyaklah shalawat padaku dihari itu karena shalawat kalian ditunjukkan padaku, mereka berkata : Wahai Rasulullah, bagaimana diperlihatkan shalawat padamu jika engkau telah musnah?, maka Rasul saw bersabda : "Allah mengharamkan permukaan Bumi untuk memakan Jasad para Nabi".
selesai ucapan Imam Ibn Hajar
(Fathul Baari bi Syarah Shahihul Bukhari hadits no.3185 Bab Ahaditsul Anbiya).

Dijelaskan oleh Imam Ibn Katsir dalam Tafsirnya : “Dan friman Nya swt

وقوله: { وَلَوْ أَنْهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا } يرشد تعالى العصاة والمذنبين إذا وقع منهم الخطأ والعصيان أن يأتوا إلى الرسول صلى الله عليه وسلم فيستغفروا الله عنده، ويسألوه أن يستغفر لهم، فإنهم إذا فعلوا ذلك تاب الله عليهم ورحمهم وغفر لهم، ولهذا قال: { لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا }وقد ذكر جماعة منهم: الشيخ أبو نصر بن الصباغ في كتابه "الشامل" الحكاية المشهورة عن العُتْبي، قال: كنت جالسا عند قبر النبي صلى الله عليه وسلم، فجاء أعرابي فقال: السلام عليك يا رسول الله، سمعت الله يقول: { وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا } وقد جئتك مستغفرا لذنبي مستشفعا بك إلى ربي ثم أنشأ يقول: يا خيرَ من دُفنَت بالقاع (1) أعظُمُه ... فطاب منْ طيبهنّ القاعُ والأكَمُ نَفْسي الفداءُ لقبرٍ أنت ساكنُه ... فيه العفافُ وفيه الجودُ والكرمُ ... ثم انصرف الأعرابي فغلبتني عيني، فرأيت النبي صلى الله عليه وسلم في النوم فقال: يا عُتْبى، الحقْ الأعرابيّ فبشره أن الله قد غفر له

dan firman Nya swt : Dan Sunguh ketika mereka telah mendholimi diri mereka sendiri (berbuat dosa) lalu mereka berdatangan padamu (wahai Muhammad saw), lalu mereka beristighfar pada Allah swt, lalu Rasul saw beristighfar untuk mereka, maka mereka akan dapatkan Allah swt menerima tobat mereka dan Maha Berkasih Sayang (QS Annisa 64), bahwa Allah swt mengajarkan para pendosa dan yg berbuat maksiat jika terjadi dosa dan kesalahan pada mereka, agar mengunjungi Rasul saw, dan beristighfar pada Allah swt dihadapan Rasul saw, dan meminta pada Rasul saw agar memohonkan pengampunan bagi mereka, dan sungguh jika mereka berbuat itu maka Allah swt memberikan Taubat pada mereka dan menyayangi mereka, dan mengampuni mereka, untuk hal inilah firman Nya : “maka mereka akan dapatkan Allah swt menerima tobat mereka dan Maha Berkasih Sayang”.
Dan telah teriwayatkan jamaah diantara mereka Syeikh Abu Nashr bin Asshibagh pada kitabnya Assyaamil, mengenai riwayat yg masyhur dari Imam Al Utby, maka ia berkata : suatu waktu aku sedang duduk dihadapan Kubur Nabi saw, maka datanglah seorang Dusun dan berkata : Assalamualaika Yaa Rasulullah, aku menegtahui firman Allah swt : ..(seraya membaca ayat diatas).., maka kini aku datang padamu, memohon pengampunan dosa, dan memohon bantuan syafaatmu kepada Tuhanku”. Lalu ia berpantun : Wahai Yang sebaik baik dimakamkan pada belahan bumi mulia, maka termuliakanlkah sebab kemuliaannya wilayah sekitar, Diriku adalah penjamin keselamatan Kubur yg engkau menempatinya, karena terpendam padanya Maaf Allah swt dan kedermawanan dan Keluhuran”.
Lalu orang dusun itu keluar, maka aku (Imam Al Utby) mengantuk, lalu aku bermimpi Rasul saw dalam tidurku dan berkata : Wahai Utbiy, kejar orang dusun itu, katakan kabar gembira untuknya bahwa ia telah diampuni Allah swt. Selesai ucapan imam Ibn Katsir. (Tafsir Imam Ibn Katsir Juz 2 hal 347/348, Annisa 64).
Demikian pula hikayat ini diriwayatkan oleh Hujjatul Islam Al Imam Nawawi pada kitabnya Al Majmuk juz 8 hal 217, dan pada kitab Al Iidhah hal 498.

Bacaan yang dianjurkan saat berziarah ke makam beliau saw tentunya memperbanyak doa, sebagaimana para sahabatpun demikian, dan tentunya bersalam kepada Rasul saw, Khalifah Abubakar Asshiddiq ra dan Khalifah Umar bin Khattab ra yang sama – sama dimakamkan di tempat tersebut secara berdekatan. Wallahu a'lam

---

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,

Wallahu a'lam

Senin, 03 Mei 2010

Foto profil facebook hilang

Foto profil facebook hilang ? kasus ini terjadi pada saya yg memakai browser Mozilla, tanpa sengaja atau memang iseng saya mengklik kanan Foto profil temen dan tampil bacaan pada deretan bawah seperti ini : Block images from profile.ak.fbcd.net. terus disambung dengan tulisan yang artinya seperti ini: firefox akan memblok setiap image dari profile.ak.fbcd.net .

Selanjutnya Mozilla langsung memblok/menghilangkan setiap profil gambar dalam facebook, efeknya ya jelas akses facebook menjadi lebih kenceng, namun tidak seru lantaran setiap komentar tdk menampilkan gambar profil hanya nama dan tulisannya saja.

Untuk membalikkan pada tampilan semula saya mengalami sedikit kesulitan, karena ini jelas kasus baru bagi saya. Setelah diteliti dan dicermati secara berulang ternyata tips membalikkan Foto profil yang sempat hilang itu sangatlah enteng, jadi langkahnya seperti ini :

1. Klik menu Tools / Option / Content

2. Pada tampilan content ada tulisan Load images automatically lalu klik Exception

lalu remove setiap situs yang memblokir.

3. Dijamin berhasil dan selamat mencoba

Minggu, 11 April 2010

DR. Salim Segaf Aljufri


Periode selanjutnya adalah masa konsolidasi ide selama sembilan tahun yakni sejak 1956 hingga 1964. Guru Tua memberikan kepercayaan kepada santrinya yang terpilih yang diyakininya cukup andal dan memiliki spesialisasi kajian. Murid-murid pelanjut Guru Tua antara lain KH Rustam Arsjad, KH Mahfud Godal, yang ahli dalam bidang ilmu tajwid dan tarikh, serta KHS Abdillah Aljufri yang ahli dalam ilmu sastra Arab dan adab. Rustam menduduki posisi pimpinan pesantren karena keahliannya dalam bidang ilmu fikih dan tata bahasa Arab.

Madrasah Alkhairaat terus berkembang walaupun saat itu hubungan transportasi maupun komunikasi antara daerah belum selancar sekarang. Puncaknya, tahun 1964, Alkhairaat membuka perguruan tinggi Universitas Islam (Unis) Alkhairaat di Palu. Habib Idrus duduk sebagai rektornya.

Perkembangan perguruan tinggi ini tersendat tahun 1965. Perguruan tinggi ini dinonaktifkan. Sebagian besar mahasiswa dan mahasiswinya ditugaskan untuk membuka madrasah di daerah-daerah terpencil. Ini sebagai upaya membendung komunisme, sekaligus melebarkan dakwah Islam. Pada tahun 1969 perguruan tinggi tersebut dibuka kembali dengan satu fakultas saja, yaitu Fakultas Syariah.

Pada tanggal 12 Syawwal 1389 H bertepatan dengan 22 Desember 1969 Habib Idrus bin Salim Al-Djuffri atau lebih dikenal Guru Tua wafat. Ia menutup 46 tahun berkiprah di dunia dakwah dan pendidikan dengan mewariskan lembaga pendidikan yang terus berkembang hingga saat ini.

Setelah Guru Tua wafat, Alkhairaat menyempurnakan diri sebagai sebuah institusi modern yaitu dengan adanya Perguruan Besar (PB) Alkhairaat, Yayasan Alkhairaat, Wanita Islam Alkhairaat (WIA) dan Himpunan Pemuda Alkhairaat (HPA) serta Perguruan Tinggi Alkhairaat, lembaga ini juga memiliki surat kabar mingguan (SKM) Alkhairaat.

Kini Alkhairaat dipimpin oleh Ir Fadel Muhammad, gubernur Gorontalo yang juga seorang pengusaha. Ia adalah alumni lembaga pendidikan Alkhairaat di Ternate, Maluku Utara.