Minggu, 11 April 2010

DR. Salim Segaf Aljufri


Periode selanjutnya adalah masa konsolidasi ide selama sembilan tahun yakni sejak 1956 hingga 1964. Guru Tua memberikan kepercayaan kepada santrinya yang terpilih yang diyakininya cukup andal dan memiliki spesialisasi kajian. Murid-murid pelanjut Guru Tua antara lain KH Rustam Arsjad, KH Mahfud Godal, yang ahli dalam bidang ilmu tajwid dan tarikh, serta KHS Abdillah Aljufri yang ahli dalam ilmu sastra Arab dan adab. Rustam menduduki posisi pimpinan pesantren karena keahliannya dalam bidang ilmu fikih dan tata bahasa Arab.

Madrasah Alkhairaat terus berkembang walaupun saat itu hubungan transportasi maupun komunikasi antara daerah belum selancar sekarang. Puncaknya, tahun 1964, Alkhairaat membuka perguruan tinggi Universitas Islam (Unis) Alkhairaat di Palu. Habib Idrus duduk sebagai rektornya.

Perkembangan perguruan tinggi ini tersendat tahun 1965. Perguruan tinggi ini dinonaktifkan. Sebagian besar mahasiswa dan mahasiswinya ditugaskan untuk membuka madrasah di daerah-daerah terpencil. Ini sebagai upaya membendung komunisme, sekaligus melebarkan dakwah Islam. Pada tahun 1969 perguruan tinggi tersebut dibuka kembali dengan satu fakultas saja, yaitu Fakultas Syariah.

Pada tanggal 12 Syawwal 1389 H bertepatan dengan 22 Desember 1969 Habib Idrus bin Salim Al-Djuffri atau lebih dikenal Guru Tua wafat. Ia menutup 46 tahun berkiprah di dunia dakwah dan pendidikan dengan mewariskan lembaga pendidikan yang terus berkembang hingga saat ini.

Setelah Guru Tua wafat, Alkhairaat menyempurnakan diri sebagai sebuah institusi modern yaitu dengan adanya Perguruan Besar (PB) Alkhairaat, Yayasan Alkhairaat, Wanita Islam Alkhairaat (WIA) dan Himpunan Pemuda Alkhairaat (HPA) serta Perguruan Tinggi Alkhairaat, lembaga ini juga memiliki surat kabar mingguan (SKM) Alkhairaat.

Kini Alkhairaat dipimpin oleh Ir Fadel Muhammad, gubernur Gorontalo yang juga seorang pengusaha. Ia adalah alumni lembaga pendidikan Alkhairaat di Ternate, Maluku Utara.



3 komentar:

Fei mengatakan...

blog walking malam-malam dan akhirnya terdampar di sini, pucuk dicinta ulampun tiba.

setelah baca2 eh ketemu sama PAK MENSOS disini(pak DR. Salim) cuma mau sedikit ngeluarin uneg2an pak, saya sebagai warga Jakarta kok yo merasa kota ini sudah semakin semeraut (maaf loh pak), Jakarta buat saya ibarat sebuah etalase Indonesia, diamana mata dunia pun ikut mengarah ke kota tercinta ini, dan juga sudah seharusnya kota ini tertata dengan baik dan apik. tapi disetiap sudut mata memandang yang terlihat hanya kesemrautan, kekumuhan dan dipenuhi pengemis, kejahatan. (saya pernah beberapa kali jdi sasaran copet loh pak di public area dan fasilitas public)

rasanya Depsos harus bergerak dan lebih cermat melihat prilaku sosial ini, bukan begitu?

Anonim mengatakan...

Betuuuuuul, biar daerah lain bobrok tapi Jakarta janganlah, soalnya tempatnya presiden, malu dong sedikit.

ALKHAIRAAT JAKARTA mengatakan...

Gimana kalo ibukota jakarta pindah ke kalbar